29/02/16

Refleksi Kemiskinan, Reaksi Bonus Demografi


Sumber : http://www.kartunesia.com/
Indonesia merupakan negara yang begitu jaya akan berbagai kebesaran multidimensi. Negara kepulauan yang dibentuk oleh sekitar 17.508 pulau ini menempati peringkat keempat sebagai negara berpenduduk terbesar di dunia, setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Hal ini dibuktikan dengan fakta hasil Sensus Penduduk tahun 2010 yang menyatakan bahwa Indonesia dihuni oleh  237.641.326 jiwa. Jumlah penduduk Indonesia akan terus bertambah secara simultan sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk yang tak kunjung menurun sejak dua dekade lalu yakni sebesar 1,49% per tahun. Sebuah fakta yang mengkhawatirkan dimana upaya yang dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan seolah tak berbekas pada kondisi kependudukan Indonesia.

Indonesia tak hanya sebuah negara yang besar secara kuantitas penduduk, namun juga besar dalam hal kuantitas problematika sosial. Layaknya sebuah reaksi satu arah, problematika sosial merupakan ledakan bom waktu kuantitas penduduk Indonesia yang tidak terkendali. Muara dari problematika sosial sebagai akibat tingginya arus pertumbuhan penduduk adalah kemiskinan. Bedasarkan data hingga tahun 2013, sebanyak 28.553.930 jiwa hidup di bawah garis kemisikinan dan 7,39 juta orang menjadi pengangguran. Data tersebut merefleksikan bahwa fenomena kemiskinan di Indonesia merupakan masalah kependudukan yang mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup penduduk Indonesia.
Kemiskinan merupakan sebuah lingkaran setan. Lingkaran setan dimana kualitas pendidikan rendah, kesehatan buruk, kekurangan gizi, pengangguran, serta pendapatan rendah menjadi komponen pembentuknya. Layaknya sebuah siklus, lingkaran kemiskinan tidak pernah memiliki titik awal dan titik akhir. Sebuah keluarga yang memiliki pendapatan rendah atau kepala keluarganya adalah seorang pengangguran, tidak dapat membiayai kebutuhan pangan seluruh keluarga sesuai taraf gizi yang cukup. Hal ini mengakibatkan kekurangan gizi terutama pada anak-anak. Sang anak yang minim gizi dapat mudah terserang penyakit dan kesehatan buruk pun mengintai. Kondisi kesehatan yang buruk menyebabkan pendidikan tidak dapat diperoleh dengan optimal oleh sang anak. Selain itu, pendapatan keluarga yang rendah dapat mengakibatkan sang anak juga putus sekolah. Lalu, siklus mengerikan ini akan terulang lagi pada sang anak ketika ia dewasa, dimana ia akan menjadi pengangguran atau pekerja berpendapatan rendah. Setiap komponen lingkaran setan kemiskinan saling mempengaruhi sekaligus memperburuk keadaan komponen yang lain.
Kondisi kependudukan Indonesia saat ini seolah bergerak menuju sebuah fenomena demografi yang unik, yakni bonus demografi. Bonus demografi merupakan hasil pergerakan transisi demografi dimana angka kelahiran yang tinggi telah mengalami penurunan. Sebuah negara dikatakan mengalami bonus demografi jika dua orang penduduk usia produktif (15-64) menanggung satu orang tidak produktif (kurang dari 15 tahun dan 65 tahun atau lebih). Berdasarkan hasil proyeksi kependudukan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mulai mengalami fenomena bonus demografi pada tahun 2012 dengan puncaknya akan terjadi pada tahun 2028 hingga 2030. Hal ini dapat terjadi di Indonesia sebagai akibat dari tingginya angka kelahiran pada masa lampau lalu mulai ditekan dengan implementasi program Keluarga Berencana (KB). Program KB berhasil menurunkan angka kelahiran di Indonesia hingga rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang ibu hanya dua atau tiga anak.
Fenomena bonus demografi dan kemisikinan di Indonesia merupakan isu sentral kependudukan Indonesia yang terjadi saat ini. Masalah kependudukan secara universal tak hanya sebatas hal-hal yang berkaitan dengan kelahiran, kematian, dan migrasi penduduk. Semua hal yang berhubungan langsung maupun tidak langsung secara sosial-ekonomi dengan ketiga variabel demografi tersebut merupakan wujud masalah kependudukan. Kedua hal yang hubungannya seolah dilupakan sehingga analisis dampaknya dilakukan secara terpisah. Padahal, jika kedua isu ini dianalisis dampaknya secara bersamaan, maka bonus demografi adalah potensi penghapus kemiskinan. Kemiskinan secara jelas merupakan masalah kronis yang berdampak negatif terhadap berbagai sendi kehidupan manusia. Namun, bonus demografi hadir sebagai hal murni dan netral yang harus didefinisikan keberadaanya.
  Layaknya peristiwa binomial, bonus demografi dapat diarahkan menuju hal yang positif atau hal yang negatif. Bonus demografi dapat menjadi masalah kependudukan baru yang menjerat Indonesia ke perangkap kemiskinan karena sumbangsinya terhadap komponen lingkaran setan. Namun, di sisi lain, bonus demografi adalah pionir penghapus kemiskinan karena potensi-potensi yang dibawanya. Penduduk usia produktif yang besar merupakan modal pembangunan dimana penduduk usia produktif adalah agen perubahan yang akan merusak wajah kemiskinan Indonesia. Kuantitasnya yang akan berjumlah dua kali lipat akan membawa penduduk usia tidak produktif menuju kesejahteraan dan kehidupan yang layak.

           
Optimalisasi Bonus Demografi Kini dan Nanti
Sumber: https://radieah.wordpress.com/
Bonus demografi lahir akibat sebuah sifat unik dari pertumbuhan penduduk yang disebut momentum pertumbuhan penduduk yang tersembunyi (hidden momentum of population growth). Pertumbuhan penduduk memiliki kecenderungan untuk terus meningkat tak terhentikan meski tingkat kelahiran telah menurun secara drastis. Laju pertumbuhan penduduk seolah memiliki daya gerak (momentum) internal yang kuat dan tersembunyi dan akan terus melaju sebelum akhirnya berhenti.
Sifat momentum pertumbuhan penduduk yang tersembunyi dilatarbelakangi oleh dua alasan pokok. Pertama, tingkat kelahiran tidak mungkin diturunkan hanya dalam waktu satu malam. Keadaan budaya, sosial, dan ekonomi yang mengakar dalam kehidupan masyarakat yang mempengaruhi fertilitas tidak mudah diubah hanya dengan himbauan-himbauan pemerintah maupun melalui program kontrasepsi. Kedua, hal ini berkaitan dengan struktur umur penduduk di masa lampau. Tingginya angka kelahiran di masa lampau menyebabkan pada dekade-dekade berikutnya sang bayi akan menjadi bagian dari penduduk usia produktif.
Bonus demografi merupakan wujud nyata dampak dari kedua latar belakang sifat momentum tersembunyi. Sebuah fenomena  yang tak dapat lagi dicegah keberadaanya dan harus dihadapi. Bonus demografi harus dapat segera dimanfaatkan guna mengatasi masalah kependudukan kronis, yakni kemiskinan. Tahap pertama optimalisasi bonus demografi dapat dimulai dengan mengatasi kedua latar belakang dalam sifat momentum tersembunyi. Hal ini bertujuan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk sehingga akan menekan jumlah penduduk usia tak produktif. Penekanan ini akan memaksimalkan manfaat penduduk usia produktif sebagai subjek bonus demografi. Lalu, dilanjutkan dengan penempatan komponen bonus demografi untuk melaksanakan gerilya penghancuran komponen pembentuk lingkaran setan kemiskinan. Sinergi di setiap tingkatan masyarakat, yakni keluarga hingga pemerintah, sebuah keharusan dalam pemanfaatan bonus demografi sebagai upaya pengentasan kemiskinan.
Pemerintah merupakan sentral dalam optimalisasi bonus demografi. Kewenangan yang dimiliki pemerintah memvalidasi setiap langkah untuk mengatur alokasi komponen bonus demografi dalam pemutusan lingkaran setan kemiskinan. Bentuk tahap pertama optimalisasi bonus demografi adalah konsistensi dalam sosialisasi dan implementasi program-program kependuudkan. Sosialisasi program Generasi Berencana dan program Keluarga Berencana harus menyentuh semua kalangan di semua tempat, tak hanya melalui penyuluhan langsung pada wanita usia produktif di lingkungan perumahan, namun juga pada wanita usia produktif di lingkungan sekolah. Penyuluhan harus dilakukan secara rutin hingga dapat menjadi sebuah kurikulum khusus yang mandiri. Pengintegrasian dalam dunia pendidikan ini akan melibatkan beberapa unsur pemerintahan seperti Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), Kementerian Pendidikan Nasional, serta Dewan Perwakilan Rakyat di tingkat pusat dan daerah.
Menjaga subjek bonus demografi saat ini akan membantu menjaga penduduk usia peoduktif di masa puncak bonus demografi. Tahap kedua upaya optimalisasi bonus demografi yang dilakukan pemerintah adalah perbaikan kualitas hidup penduduk usia produktif saat ini pada berbagai komponen kemiskinan. Penduduk usia produktif dapat dialokasikan sebagai tenaga kerja pada berbagai sektor ekonomi secara proporsional. Pembukaan fisik lapangan kerja serta pemberian pilihan pekerjaan yang luas merupakan modal utama agar alokasi potensi penduduk usia produktif menjadi optimal. Sinergi modal manusia dan modal fisik ini otomatis langsung mengatasi komponen pengangguran dan pendapatan rendah pada lingkaran setan kemiskinan.
Pengentasan kemiskinan oleh pemerintah harus pula diikuti upaya peningkatan kualitas subjek bonus demografi. Penduduk usia produktif harus ditingkatkan kualitas pendidikan serta kualitas kesehatannya. Komponen kesehatan buruk dapat diatasi dengan pemberian fasilitas berobat gratis yang utuh mencakup semua penyakit. Pemerintah harus memformulasikan kebijakan dan anggaran dana yang tepat agar tak ada yang dirugikan baik penduduk maupun rumah sakit. Fenomena gizi buruk dapat diatas dengan bantuan susu serta makanan bergizi bagi penduduk miskin yang memiliki bayi dan anak. Selanjutnya, pendidikan rendah dapat diatasi dengan pengoptimalan program Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang telah ada saat ini serta pemberian pelatihan kerja di luar pendidikan formal. Peningkatan jumlah anggaran pendidikan dan pembersihan birokrasi dari budaya korupsi merupakan hal mendesak yang harus diimplementasikan terlebih dahulu sebelum pembentukan berbagai program dan kurikulum.
Masyarakat merupakan satuan lingkungan pergaulan sehari-hari seorang subjek bonus demografi. Jika pemerintah adalah sentral pembuat kebijakan, maka masyarakat adalah sentral pelaksana kebijakan. Kebijakan yang dilakukan pemerintah tak akan ada artinya tanpa didukung dengan adanya respon positif masyarakat. Oleh karena itu, pada tahap pertama, masyarakat minimal harus menerapkan kebijakan pemerintah di bidang kependudukan. Pemakaian kontrasepsi pada pasangan usia subur serta perencanaan jumlah anak dan jarak antar anak secara konsisten dan menyeluruh adalah wujud peran aktif masyarakat mendukung pemerintah. Masyarakat secara sadar dapat menjadi pionir sosialisasi kepada  masyarakat yang belum tersentuh oleh sosialisasi pemerintah.
Tahap kedua yang dapat dilakukan masyarakat adalah mempersiapkan subjek bonus demografi untuk meningkatkan kualitas dalam segala bidang. Fenomena bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2028-2030 mengindikasikan bahwa penduduk usia produktif pada masa puncak adalah penduduk usia sekolah saat ini. Pendidikan saat ini merupakan cerminan kemajuan Indonesia di masa paling potensial. Sekolah sebagai institusi pendidikan memiliki tanggung jawab memberikan bekal akademis melalui kurikulum formal serta nonakademis melalui sosialisasi pergaulan yang baik. Pada bidang lain kesehatan, masyarakat dapat membantu peyediaan gizi yang baik bagi siswa sekolah dengan memperhatikan makanan yang dikonsumsi. Masyarakat pada tingkat keluarga bertugas mengawasi hal ini. Keluarga harus secara sadar memperhatikan komposisi dan kadar gizisetiap zat makanan anak-anak mulai dari makanan pokok hingga jajanan anak.
Perhatian kesehatan dapat diwujudkan dengan pemeriksaan kesehatan secara rutin baik di sekolah maupun masyarakat secara umum. Pada tingkat sekolah, pemeriksaan kesehatan dan pemberian imunisasi dapat diberikan tidak hanya sebatas pada siswa sekolah dasar, tetapi juga pada siswa sekolah menengah. Hal ini untuk memastikan terjaganya kesehatan bagi seluruh siswa sekolah dengan dasar catatan medis yang lengkap. Sedangkan, masyarakat secara umum dapat membantu peningkatan kesehatan dengan cara menjaga konsistensi adanya posyandu dan meningkatkan jenjang pelayanan posyandu. Masyarakat dapat menggagas adanya posyandu lanjutan dimana tidak hanya bagi bayi dan balita, tetapi juga bagi anak-anak dan remaja.
Kemiskinan, kontrasepsi, pendidikan dan kesehatan memiliki hubungan yang sangat kuat. Tak dapat dipungkiri, pengentasan kemiskinan, dapat dimulai dengan implementasi kontrasepsi sebagai tahap pertama optimalisasi bonus demografi dan dilanjutkan dengan pendidikan dan kesehatan. Keadaan keluarga miskin dapat berubah secara drastis secara sosial-ekonomi dengan penekanan jumlah anak. Jumlah anak yang sedikit dapat meningkatkan fokus perawatan orangtua terhadap anak dalam menjaga kualitas kehidupannya. Dana keluarga yang hanya cukup untuk pangan pada keluarga besar, dapat dimanfaatkan untuk peningkatan pendidikan dan kesehatan pada keluarga kecil. Waktu yang dimiliki seorang ibu yang harus terus-menerus merawat anak yang masih kecil, dapat dimanfaatkan untuk ikut mencari nafkah atau fokus pada perawatan lanjutan bagi anak. Sang anak dengan perhatian penuh dari orangtua akan memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai dan menjadi modal untuk masa depannya, meskipun berasal dari keluarga miskin. Seorang anak dengan kualitas yang baik dapat menjadi pembuka jalan keluarga untuk keluar dari lingkaran kemiskinan.
Bentuk kemiskinan sebagai lingkaran siklus sebenarnya dapat memberi manfaat dalam upaya pengentasan kemiskinan itu sendiri.  Sifat sebuah siklus dimana jika sebuah komponen diperbaiki, maka secara otomatis semua komponen lain akan menjadi baik. Memutus satu komponen masalah pada lingkaran setan kemiskinan akan membumihanguskan komponen yang lain secara otomatis. Penyerangan terhadap satu komponen lalu menyerahkannya pada siklus memang mampu menghilangkan lingkaran setan kemiskinan, namun tentunya akan memakan waktu yang lama.
 Bonus demografi tak dapat lagi dihindari. Indonesia akan telah mulai dikuasai oleh penduduk usia produktif dalam jumlah yang besar. Kualitas penduduk yang memegang kekuasaan ini haruslah dijaga pada kondisi yang baik agar menciptakan Indonesia yang baik pula. Modal utama kualitas penduduk yang baik adalah pendidikan dan kesehatan. Potensi bonus demografi ini harus disalurkan pada jalan yang baik pula, yakni pada upaya mengentas kemiskinan sebagai masalah kependudukan kronis.
Sinergi antara semua komponen negara sangat dibutuhkan untuk menyerang komponen kemiskinan secara bergerilya dari segala penjuru. Sinergi ini dapat memanfaatkan fenomena nyata kependudukan berupa bonus demografi melalui optimalisasi subjek bonus demografi yakni penduduk usia produktif. Optimalisasi penduduk usia produktif saat ini akan membantu optimalisasi penduduk usia produktif di masa depan. Pemberantasan kemiskinan dengan bonus demografi saat ini akan mencegah  timbulnya kemiskinan pada bonus demografi di masa depan.  Optimalisasi Bonus Demografi, Raih Kesejahteraan Hakiki!

Sumber:

Todaro, Michael. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga



Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1991, 1994, 1997, 2002-2003, 2007. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.


Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.
 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar