02/04/16

PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN DAN WANITA: TAK HANYA SEBATAS KURIKULUM



Indonesia, Kebijakan Kependudukan dan Fakta Penuh Dilema
Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk terbesar keempat di dunia. Kuantitas penduduk Indonesia secara terus menerus mengalami pertumbuhan seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237.641.237 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1,49% per tahun. Kuantitas penduduk seolah menjadi akar dari dua peristiwa yang saling berkebalikan seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi, kuantitas penduduk yang besar merupakan aset pembangunan negara yang sangat potensial untuk menciptakan kemajuan negara dalam berbagai dimensi. Namun, di sisi lain, kuantitas penduduk yang terus tumbuh tak terkendali merupakan bom waktu yang siap meledak menjadi problematika multidimensi yang sulit untuk diselesaikan. Problematika multidimensi tersebut berkaitan langsung dengan masalah-masalah kependudukan, yakni kemiskinan, kelaparan, kekurangan gizi, serta kelemahan kualitas Sumber Daya Manusia.

Pemerintah sebagai pihak yang berwenang menekan laju pertumbuhan penduduk  berusaha menangani masalah-masalah kependudukan Indonesia melalui berbagai kebijakan. Kebijakan-kebijakan tersebut baik dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung, intervensi dan non intervensi, maupun implisit dan eksplisit. Kebijakan intervensi merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah seolah-olah langsung memaksa masyarakat untuk mengikuti kebijakan yang dibuat sedangkan kebijakan non intervensi berlaku sebaliknya. Kebijakan yang bersifat langsung, atau implisit merupakan kebijakan yang secara nyata dilaksanakan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Kebijakan ini mencakup kebijakan mengenai Keluarga Berencana, pajak keluarga, serta pembatasan usia kawin melalui peraturan perundang-undangan. Sebaliknya, kebijakan yang bersifat tidak langsung atau eksplisit merupakan kebijakan yang memberikan dampak tidak langsung jangka panjang agar kondisi kependudukan menjadi ideal. Kebijakan kependudukan jenis ini mencakup peningkatan pendidikan wanita, penyediaan lapangan kerja bagi wanita, serta pemberian jaminan sosial.
Saat ini, pemerintah Indonesia mulai mengembangkan suatu kebijakan kependudukan jenis tidak langsung atau eksplisit yang bersifat intervensi, yakni pengintegrasian pendidikan kependudukan di setiap jenjang pendidikan di Indonsia. Hal ini dilaksanakan pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana yang berwenang langsung dalam program-program kependudukan pada Direktorat Kerjasama Pendidikan Kependudukan. Direktorat ini selanjutnya akan menjalin kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional sebagai pihak berwenang dalam membangun kurikulum pendidikan di Indonesia. Pendidikan Kependudukan merupakan suatu pengintegrasian pembelajaran mengenai masalah-masalah kependudukan yang berkaitan erat dengan reproduksi serta perubahan-perubahan kondisi kependudukan. Materi yang disampaikan dalam pendidikan kependudukan adalah materi kependudukan secara umum serta materi mengenai Keluarga Berencana. Kurikulum pendidikan kependudukan akan masuk ke dalam kurikulum pendidikan mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Berdasarkan Nota Kesepahaman Pendidikan Kependudukan dan Keluarga Berencana antara Kementerian Pendidikan Nasional melalui menterinya, Mohammad Nuh, dengan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief, materi kependudukan dan Keluarga Berencana tidak akan menjadi mata pelajaran khusus. Materi kependudukan akan disisipkan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada, seperti ilmu sosial dan kegiatan ekstrakurikuler. Pada tingkat SD materi yang akan disampaikan tentang kehidupan berkeluarga secara umum. Lalu di SMP lebih bertumpu pada materi kependudukan selanjutnya di tingkat SMA akan dimasukkan materi kesehatan reproduksi.
Pendidikan kependudukan bukanlah sebuah hal baru dalam pendidikan di Indonesia. Pendidikan kependudukan sebenarnya telah menjadi mata kuliah pokok bagi mahasiwa baik jenjang strata satu maupun strata dua dan tiga. Pendidikan strata dua dan tiga bahkan telah menjadikan bidang kependudukan sebagai satu jurusan khusus yang menangani masalah kependudukan dan demografi secara umum. Sayangnya, terdapat dua fakta penuh dilema yang terjadi di Indonesia. Pertama, pada jenjang yang lebih rendah, pendidikan kependudukan hanya sebatas dipelajari oleh mahasiswa jurusan tertentu saja dan bahkan tidak ada pendidikan kependudukan pada siswa-siswa jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kedua, meski penandatanganan nota kesepahaman telah dilaksanakan sejak 4 Oktober 2012, pendidikan kependudukan belum dapat langsung diintegrasikan dalam pendidikan Indonesia secara serta merta. Perancangan kurikulum yang baik dan matang tentunya memerlukan jangka waktu yang tak dapat sesingkat membalikkan telapak tangan. Terlepas dari semua fakta yanga ada, pengintegrasian pendidikan kependudukan merupakan suatu titik balik yang luar biasa oleh pemerintah untuk mengubah pola pikir dan meningkatkan kesadaran pentingnya isu kependudukan serta pada akhirnya akan menekan laju pertumbuhan penduduk Indonesia.

Masa Depan Wanita dan Sinergi Komponen Negara
Pendidikan kependudukan sebenarnya wujud nyata pemenuhan hak-hak wanita tak hanya dalam pendidikan, tetapi juga dalam persiapan masa depannya. Pengintegrasian pendidikan kependudukan akan memberikan gambaran sedini mungkin bagi setiap anak khususnya wanita untuk melakukan perencanaan dalam pernikahan dan reproduksi. Selama ini, perencanaan pernikahan dan reproduksi merupakan suatu hal yang tabu untuk diperbincangkan secara intensif di usia-usia belia. Stigma ini akhirnya menyebabkan wanita harus melakukan perencanaan secara instan pada usia dewasa yang sebenarnya telah cukup terlambat untuk dilakukan.
Perencanaan masa depan wanita yang seolah gagal ini ditunjukkan dengan pernikahan usia belia yang masih sangat tinggi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia selama 20 tahun terakhir, usia kawin pertama wanita Indonesia masih berkisar pada usia belasan tahun. Kesehatan reproduksi yang rentan pada usia belia menyebabkan angka kematian ibu dan bayi yang juga masih tinggi di Indonesia. Padahal, jika perencanaan pernikahan dan reproduksi dilakukan lebih awal, generasi wanita Indonesia yang sehat dan sukses dalam karir dan keluarga akan terwujud secara maksimal. Oleh karena itu, sinergi antara pemerintah, sekolah, masyarakat, serta siswa secara pribadi sangat diperlukan bagi kesuksesan pengintegrasian pendidikan kependudukan di Indonesia.
Pengintegrasian di sekolah dapat berwujud dalam dua implementasi nyata. Pertama yaitu pelaksanaan kurikulum pendidikan kependudukan secara optimal. Pelaksanaan yang optimal bersumber dari pengajar-pengajar yang kompeten dalam bidangnya dan mengerti psikologis siswa. Pengajar rutin dapat bersumber dari guru-guru sekolah yang bersangkutan sedangkan pengajr berkala adalah seorang ahli kependudukan dari BKKBN setempat. Pendidikan kependudukan yang diajarkan harus disampaikan melalui media yang sesuai dengan usia siswa selain materi yang telah distandarkan baku dalam kurikulum. Pengertian yang jelas juga harus diberikan untuk menghilangkan stigma pendidikan kependudukan yang dianggap berkaitan erat dengan reproduksi serta menghindari adanya multi tafsir ke arah yang negatif terhadap integrasi pendidikan kependudukan. Kedua, fasilitas yang memadai untuk proses belajar mengajar. Fasilitas tersebut adalah buku-buku penunjang, berita-berita kependudukan dalam jurnal-jurnal nasional maupun internasional, serta alat peraga yang menjadi visualisasi materi kependudukan.
Hal-hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat dimulai dari lingkup terkecil masyarakat yakni keluarga. Orangtua sebagai figur utama dalam keluarga harus mendukung pendidikan kependudukan dimulai dengan mengubah pola pikir bahwa reproduksi yang ada pada pendidikan kependudukan merupakan hal yang tabu dibicarakan di usia belia, khusunya bagi wanita. Pendidikan kependudukan bukanlah sebuah pendidikan yang mengarah pada pendewasaan instan seorang wanita, tetapi wujud persiapan nyata untuk masa depan keluarga dan reproduksinya. Orangtua harus percaya bahwa semua kurikulum telah diatur sesuai usia psikologis seorang anak. Pada akhirnya, orangtua dan masyarakat secara umum harus mendukung pendidikan ini dengan menjadi agen sosialiasi pendukung di lingkungan dasar seorang anak. 
Seorang siswa dapat mendukung pendidikan kependudukan dengan memotivasi diri untuk antusias dalam setiap pembelajaran. Sejak awal harus segera dicamkan di benak setiap siswa untuk meresapi materi yang ada sebagai dasar perencanaan masa depan. Siswa wanita khususnya dapat menjadikan pendidikan kependudukan untuk mulai merombak stigma mengenai perencanaan reproduksi dan memotivasi diri untuk terus memperjuangkan hak-hak wanita dalam penentuan masa depannya untuk berkeluarga, berkarir, dan bereproduksi.
 Sedangkan pemerintah sebagai peletak dasar utama bagi pendidikan kependudukan di Indonesia harus segera mengimplementasikan pendidikan kependudukan pada kurikulum sekolah. Pengimplementasian pendidikan ini harus diikuti dengan pelatihan pengajar serta pemberian saran dan prasarana penunjang pendidikan. Sosialisasi eksternal pada masyarakat luas juga harus dilakukan melalui iklan-ikla layanan masyarakat serta pembentukan tim sosialisasi bagi masyarakat. Pada akhirnya, pemerintah dapat lebih memperbanyak kompetisi-kompetisi pendidikan kependudukan pada tingkat daerah maupun nasional. Wujud kompetisi-kompetisi ini adalah olimpiade pendidikan kependudukan, lomba penulisan kreatif, serta pemilihan duta-duta kependudukan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. 
            Pendidikan kependudukan mengemban tugas besar untuk memenuhi harapan semua lapisan masyarakat. Harapan masyarakat untuk masa depan keluarga dan reproduksi yang lebih baik bagi anak-anaknya, khususnya wanita. Harapan sekolah untuk mencetak generasi muda berkualitas yang memiliki perencanaan masa depan yang matang. Harapan pemerintah untuk menciptakan generasi Indonesia yang berkualitas dengan laju pertumbuhan penduduk yang seimbang. Serta harapan seorang anak khususnya wanita yang mengharapkan masa depan terbaik untuk kehidupan keluarga, karir, dan reproduksinya, meski harapan tersebut belum terpikirkan ketika usia belia. Mari, wujudkan masa depan terbaik bagi Indonesia, dimulai dari pemenuhan pendidikan terbaik bagi anak, khususnya wanita sebagai tiang negara!

DAFTAR PUSTAKA

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1991, 1994, 1997, 2002-2003, 2007. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.

Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.

www.kompas.com

sumsel.bkkbn.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar