Sumber : http://www.kartunesia.com/ |
Indonesia tak hanya sebuah negara yang besar secara kuantitas penduduk, namun juga besar dalam hal kuantitas problematika sosial. Layaknya sebuah reaksi satu arah, problematika sosial merupakan ledakan bom waktu kuantitas penduduk Indonesia yang tidak terkendali. Muara dari problematika sosial sebagai akibat tingginya arus pertumbuhan penduduk adalah kemiskinan. Bedasarkan data hingga tahun 2013, sebanyak 28.553.930 jiwa hidup di bawah garis kemisikinan dan 7,39 juta orang menjadi pengangguran. Data tersebut merefleksikan bahwa fenomena kemiskinan di Indonesia merupakan masalah kependudukan yang mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup penduduk Indonesia.
Kemiskinan merupakan
sebuah lingkaran setan. Lingkaran setan dimana kualitas pendidikan rendah,
kesehatan buruk, kekurangan gizi, pengangguran, serta pendapatan rendah menjadi
komponen pembentuknya. Layaknya sebuah siklus, lingkaran kemiskinan tidak
pernah memiliki titik awal dan titik akhir. Sebuah keluarga yang memiliki
pendapatan rendah atau kepala keluarganya adalah seorang pengangguran, tidak
dapat membiayai kebutuhan pangan seluruh keluarga sesuai taraf gizi yang cukup.
Hal ini mengakibatkan kekurangan gizi terutama pada anak-anak. Sang anak yang
minim gizi dapat mudah terserang penyakit dan kesehatan buruk pun mengintai.
Kondisi kesehatan yang buruk menyebabkan pendidikan tidak dapat diperoleh
dengan optimal oleh sang anak. Selain itu, pendapatan keluarga yang rendah
dapat mengakibatkan sang anak juga putus sekolah. Lalu, siklus mengerikan ini
akan terulang lagi pada sang anak ketika ia dewasa, dimana ia akan menjadi
pengangguran atau pekerja berpendapatan rendah. Setiap komponen lingkaran setan
kemiskinan saling mempengaruhi sekaligus memperburuk keadaan komponen yang
lain.
Kondisi kependudukan
Indonesia saat ini seolah bergerak menuju sebuah fenomena demografi yang unik,
yakni bonus demografi. Bonus demografi merupakan hasil pergerakan transisi
demografi dimana angka kelahiran yang tinggi telah mengalami penurunan. Sebuah
negara dikatakan mengalami bonus demografi jika dua orang penduduk usia
produktif (15-64) menanggung satu orang tidak produktif (kurang dari 15 tahun
dan 65 tahun atau lebih). Berdasarkan hasil proyeksi kependudukan
Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mulai mengalami fenomena bonus demografi pada
tahun 2012 dengan puncaknya akan terjadi pada tahun 2028 hingga 2030. Hal ini
dapat terjadi di Indonesia sebagai akibat dari tingginya angka kelahiran pada
masa lampau lalu mulai ditekan dengan implementasi program Keluarga Berencana
(KB). Program KB berhasil menurunkan angka kelahiran di Indonesia hingga
rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang ibu hanya dua atau tiga anak.
Fenomena bonus demografi
dan kemisikinan di Indonesia merupakan isu sentral kependudukan Indonesia yang
terjadi saat ini. Masalah kependudukan secara universal tak hanya sebatas
hal-hal yang berkaitan dengan kelahiran, kematian, dan migrasi penduduk. Semua
hal yang berhubungan langsung maupun tidak langsung secara sosial-ekonomi
dengan ketiga variabel demografi tersebut merupakan wujud masalah kependudukan.
Kedua hal yang hubungannya seolah dilupakan sehingga analisis dampaknya dilakukan
secara terpisah. Padahal, jika kedua isu ini dianalisis dampaknya secara
bersamaan, maka bonus demografi adalah potensi penghapus kemiskinan. Kemiskinan secara
jelas merupakan masalah kronis yang berdampak negatif terhadap berbagai sendi
kehidupan manusia. Namun, bonus demografi hadir sebagai hal murni dan netral
yang harus didefinisikan keberadaanya.
Layaknya peristiwa binomial, bonus demografi
dapat diarahkan menuju hal yang positif atau hal yang negatif. Bonus demografi
dapat menjadi masalah kependudukan baru yang menjerat Indonesia ke perangkap
kemiskinan karena sumbangsinya terhadap komponen lingkaran setan. Namun, di
sisi lain, bonus demografi adalah pionir penghapus kemiskinan karena
potensi-potensi yang dibawanya. Penduduk usia produktif yang besar merupakan
modal pembangunan dimana penduduk usia produktif adalah agen perubahan yang
akan merusak wajah kemiskinan Indonesia. Kuantitasnya yang akan berjumlah dua
kali lipat akan membawa penduduk usia tidak produktif menuju kesejahteraan dan
kehidupan yang layak.
Optimalisasi
Bonus Demografi Kini dan Nanti
Sumber: https://radieah.wordpress.com/ |
Sifat momentum pertumbuhan
penduduk yang tersembunyi dilatarbelakangi oleh dua alasan pokok. Pertama,
tingkat kelahiran tidak mungkin diturunkan hanya dalam waktu satu malam.
Keadaan budaya, sosial, dan ekonomi yang mengakar dalam kehidupan masyarakat
yang mempengaruhi fertilitas tidak mudah diubah hanya dengan himbauan-himbauan
pemerintah maupun melalui program kontrasepsi. Kedua, hal ini berkaitan dengan
struktur umur penduduk di masa lampau. Tingginya angka kelahiran di masa lampau
menyebabkan pada dekade-dekade berikutnya sang bayi akan menjadi bagian dari
penduduk usia produktif.
Bonus demografi merupakan
wujud nyata dampak dari kedua latar belakang sifat momentum tersembunyi. Sebuah
fenomena yang tak dapat lagi dicegah
keberadaanya dan harus dihadapi. Bonus demografi harus dapat segera
dimanfaatkan guna mengatasi masalah kependudukan kronis, yakni kemiskinan. Tahap
pertama optimalisasi bonus demografi dapat dimulai dengan mengatasi kedua latar
belakang dalam sifat momentum tersembunyi. Hal ini bertujuan untuk menekan laju
pertumbuhan penduduk sehingga akan menekan jumlah penduduk usia tak produktif.
Penekanan ini akan memaksimalkan manfaat penduduk usia produktif sebagai subjek
bonus demografi. Lalu, dilanjutkan dengan penempatan komponen bonus demografi
untuk melaksanakan gerilya penghancuran komponen pembentuk lingkaran setan
kemiskinan. Sinergi di setiap tingkatan masyarakat, yakni keluarga hingga
pemerintah, sebuah keharusan dalam pemanfaatan bonus demografi sebagai upaya
pengentasan kemiskinan.
Pemerintah merupakan
sentral dalam optimalisasi bonus demografi. Kewenangan yang dimiliki pemerintah
memvalidasi setiap langkah untuk mengatur alokasi komponen bonus demografi dalam
pemutusan lingkaran setan kemiskinan. Bentuk tahap pertama optimalisasi bonus
demografi adalah konsistensi dalam sosialisasi dan implementasi program-program
kependuudkan. Sosialisasi program Generasi Berencana dan program Keluarga
Berencana harus menyentuh semua kalangan di semua tempat, tak hanya melalui
penyuluhan langsung pada wanita usia produktif di lingkungan perumahan, namun
juga pada wanita usia produktif di lingkungan sekolah. Penyuluhan harus
dilakukan secara rutin hingga dapat menjadi sebuah kurikulum khusus yang
mandiri. Pengintegrasian dalam dunia pendidikan ini akan melibatkan beberapa
unsur pemerintahan seperti Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN),
Kementerian Pendidikan Nasional, serta Dewan Perwakilan Rakyat di tingkat pusat
dan daerah.
Menjaga subjek bonus
demografi saat ini akan membantu menjaga penduduk usia peoduktif di masa puncak
bonus demografi. Tahap kedua upaya optimalisasi bonus demografi yang dilakukan
pemerintah adalah perbaikan kualitas hidup penduduk usia produktif saat ini pada
berbagai komponen kemiskinan. Penduduk usia produktif dapat dialokasikan
sebagai tenaga kerja pada berbagai sektor ekonomi secara proporsional.
Pembukaan fisik lapangan kerja serta pemberian pilihan pekerjaan yang luas
merupakan modal utama agar alokasi potensi penduduk usia produktif menjadi
optimal. Sinergi modal manusia dan modal fisik ini otomatis langsung mengatasi
komponen pengangguran dan pendapatan rendah pada lingkaran setan kemiskinan.
Pengentasan kemiskinan
oleh pemerintah harus pula diikuti upaya peningkatan kualitas subjek bonus
demografi. Penduduk usia produktif harus ditingkatkan kualitas pendidikan serta
kualitas kesehatannya. Komponen kesehatan buruk dapat diatasi dengan pemberian
fasilitas berobat gratis yang utuh mencakup semua penyakit. Pemerintah harus
memformulasikan kebijakan dan anggaran dana yang tepat agar tak ada yang
dirugikan baik penduduk maupun rumah sakit. Fenomena gizi buruk dapat diatas
dengan bantuan susu serta makanan bergizi bagi penduduk miskin yang memiliki
bayi dan anak. Selanjutnya, pendidikan rendah dapat diatasi dengan
pengoptimalan program Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang telah ada saat ini
serta pemberian pelatihan kerja di luar pendidikan formal. Peningkatan jumlah
anggaran pendidikan dan pembersihan birokrasi dari budaya korupsi merupakan hal
mendesak yang harus diimplementasikan terlebih dahulu sebelum pembentukan
berbagai program dan kurikulum.
Masyarakat merupakan
satuan lingkungan pergaulan sehari-hari seorang subjek bonus demografi. Jika
pemerintah adalah sentral pembuat kebijakan, maka masyarakat adalah sentral
pelaksana kebijakan. Kebijakan yang dilakukan pemerintah tak akan ada artinya
tanpa didukung dengan adanya respon positif masyarakat. Oleh karena itu, pada
tahap pertama, masyarakat minimal harus menerapkan kebijakan pemerintah di
bidang kependudukan. Pemakaian kontrasepsi pada pasangan usia subur serta
perencanaan jumlah anak dan jarak antar anak secara konsisten dan menyeluruh
adalah wujud peran aktif masyarakat mendukung pemerintah. Masyarakat secara
sadar dapat menjadi pionir sosialisasi kepada
masyarakat yang belum tersentuh oleh sosialisasi pemerintah.
Tahap kedua yang dapat
dilakukan masyarakat adalah mempersiapkan subjek bonus demografi untuk
meningkatkan kualitas dalam segala bidang. Fenomena bonus demografi yang akan
mencapai puncaknya pada tahun 2028-2030 mengindikasikan bahwa penduduk usia
produktif pada masa puncak adalah penduduk usia sekolah saat ini. Pendidikan
saat ini merupakan cerminan kemajuan Indonesia di masa paling potensial. Sekolah
sebagai institusi pendidikan memiliki tanggung jawab memberikan bekal akademis
melalui kurikulum formal serta nonakademis melalui sosialisasi pergaulan yang
baik. Pada bidang lain kesehatan, masyarakat dapat membantu peyediaan gizi yang
baik bagi siswa sekolah dengan memperhatikan makanan yang dikonsumsi.
Masyarakat pada tingkat keluarga bertugas mengawasi hal ini. Keluarga harus
secara sadar memperhatikan komposisi dan kadar gizisetiap zat makanan anak-anak
mulai dari makanan pokok hingga jajanan anak.
Perhatian kesehatan dapat
diwujudkan dengan pemeriksaan kesehatan secara rutin baik di sekolah maupun masyarakat
secara umum. Pada tingkat sekolah, pemeriksaan kesehatan dan pemberian
imunisasi dapat diberikan tidak hanya sebatas pada siswa sekolah dasar, tetapi
juga pada siswa sekolah menengah. Hal ini untuk memastikan terjaganya kesehatan
bagi seluruh siswa sekolah dengan dasar catatan medis yang lengkap. Sedangkan,
masyarakat secara umum dapat membantu peningkatan kesehatan dengan cara menjaga
konsistensi adanya posyandu dan meningkatkan jenjang pelayanan posyandu.
Masyarakat dapat menggagas adanya posyandu lanjutan dimana tidak hanya bagi
bayi dan balita, tetapi juga bagi anak-anak dan remaja.
Kemiskinan, kontrasepsi,
pendidikan dan kesehatan memiliki hubungan yang sangat kuat. Tak dapat
dipungkiri, pengentasan kemiskinan, dapat dimulai dengan implementasi
kontrasepsi sebagai tahap pertama optimalisasi bonus demografi dan dilanjutkan
dengan pendidikan dan kesehatan. Keadaan keluarga miskin dapat berubah secara
drastis secara sosial-ekonomi dengan penekanan jumlah anak. Jumlah anak yang
sedikit dapat meningkatkan fokus perawatan orangtua terhadap anak dalam menjaga
kualitas kehidupannya. Dana keluarga yang hanya cukup untuk pangan pada
keluarga besar, dapat dimanfaatkan untuk peningkatan pendidikan dan kesehatan
pada keluarga kecil. Waktu yang dimiliki seorang ibu yang harus terus-menerus
merawat anak yang masih kecil, dapat dimanfaatkan untuk ikut mencari nafkah
atau fokus pada perawatan lanjutan bagi anak. Sang anak dengan perhatian penuh
dari orangtua akan memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai
dan menjadi modal untuk masa depannya, meskipun berasal dari keluarga miskin. Seorang
anak dengan kualitas yang baik dapat menjadi pembuka jalan keluarga untuk
keluar dari lingkaran kemiskinan.
Bentuk kemiskinan sebagai
lingkaran siklus sebenarnya dapat memberi manfaat dalam upaya pengentasan
kemiskinan itu sendiri. Sifat sebuah
siklus dimana jika sebuah komponen diperbaiki, maka secara otomatis semua
komponen lain akan menjadi baik. Memutus satu komponen masalah pada lingkaran
setan kemiskinan akan membumihanguskan komponen yang lain secara otomatis.
Penyerangan terhadap satu komponen lalu menyerahkannya pada siklus memang mampu
menghilangkan lingkaran setan kemiskinan, namun tentunya akan memakan waktu
yang lama.
Bonus demografi tak dapat lagi dihindari.
Indonesia akan telah mulai dikuasai oleh penduduk usia produktif dalam jumlah
yang besar. Kualitas penduduk yang memegang kekuasaan ini haruslah dijaga pada
kondisi yang baik agar menciptakan Indonesia yang baik pula. Modal utama
kualitas penduduk yang baik adalah pendidikan dan kesehatan. Potensi bonus
demografi ini harus disalurkan pada jalan yang baik pula, yakni pada upaya
mengentas kemiskinan sebagai masalah kependudukan kronis.
Sinergi antara semua
komponen negara sangat dibutuhkan untuk menyerang komponen kemiskinan secara
bergerilya dari segala penjuru. Sinergi ini dapat memanfaatkan fenomena nyata
kependudukan berupa bonus demografi melalui optimalisasi subjek bonus demografi
yakni penduduk usia produktif. Optimalisasi penduduk usia produktif saat ini akan
membantu optimalisasi penduduk usia produktif di masa depan. Pemberantasan
kemiskinan dengan bonus demografi saat ini akan mencegah timbulnya kemiskinan pada bonus demografi di
masa depan. Optimalisasi Bonus
Demografi, Raih Kesejahteraan Hakiki!
Sumber:
Sumber:
Todaro, Michael. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi
Kedelapan. Jakarta: Erlangga
Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia 1991, 1994, 1997, 2002-2003, 2007. Badan Pusat
Statistik Republik Indonesia.
Sensus
Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar