Indonesia, Kebijakan Kependudukan dan Fakta Penuh
Dilema
Indonesia adalah negara yang memiliki penduduk
terbesar keempat di dunia. Kuantitas penduduk Indonesia secara terus menerus
mengalami pertumbuhan seiring dengan berjalannya waktu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun
2010, jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 237.641.237 jiwa dengan laju pertumbuhan
penduduk Indonesia mencapai 1,49% per tahun. Kuantitas penduduk seolah menjadi
akar dari dua peristiwa yang saling berkebalikan seperti dua sisi mata uang. Di
satu sisi, kuantitas penduduk yang besar merupakan aset pembangunan negara yang
sangat potensial untuk menciptakan kemajuan negara dalam berbagai dimensi.
Namun, di sisi lain, kuantitas penduduk yang terus tumbuh tak terkendali
merupakan bom waktu yang siap meledak menjadi problematika multidimensi yang
sulit untuk diselesaikan. Problematika multidimensi tersebut berkaitan langsung
dengan masalah-masalah kependudukan, yakni kemiskinan, kelaparan, kekurangan
gizi, serta kelemahan kualitas Sumber Daya Manusia.
Pemerintah sebagai pihak yang berwenang menekan laju pertumbuhan penduduk berusaha menangani masalah-masalah kependudukan Indonesia melalui berbagai kebijakan. Kebijakan-kebijakan tersebut baik dilaksanakan secara langsung dan tidak langsung, intervensi dan non intervensi, maupun implisit dan eksplisit. Kebijakan intervensi merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah seolah-olah langsung memaksa masyarakat untuk mengikuti kebijakan yang dibuat sedangkan kebijakan non intervensi berlaku sebaliknya. Kebijakan yang bersifat langsung, atau implisit merupakan kebijakan yang secara nyata dilaksanakan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Kebijakan ini mencakup kebijakan mengenai Keluarga Berencana, pajak keluarga, serta pembatasan usia kawin melalui peraturan perundang-undangan. Sebaliknya, kebijakan yang bersifat tidak langsung atau eksplisit merupakan kebijakan yang memberikan dampak tidak langsung jangka panjang agar kondisi kependudukan menjadi ideal. Kebijakan kependudukan jenis ini mencakup peningkatan pendidikan wanita, penyediaan lapangan kerja bagi wanita, serta pemberian jaminan sosial.
Saat ini, pemerintah Indonesia mulai mengembangkan suatu kebijakan
kependudukan jenis tidak langsung atau eksplisit yang bersifat intervensi,
yakni pengintegrasian pendidikan kependudukan di setiap jenjang pendidikan di
Indonsia. Hal ini dilaksanakan pemerintah melalui Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana yang berwenang langsung dalam program-program kependudukan
pada Direktorat Kerjasama Pendidikan Kependudukan. Direktorat ini selanjutnya
akan menjalin kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional sebagai pihak
berwenang dalam membangun kurikulum pendidikan di Indonesia. Pendidikan
Kependudukan merupakan suatu pengintegrasian pembelajaran mengenai
masalah-masalah kependudukan yang berkaitan erat dengan reproduksi serta
perubahan-perubahan kondisi kependudukan. Materi yang disampaikan dalam
pendidikan kependudukan adalah materi kependudukan secara umum serta materi
mengenai Keluarga Berencana. Kurikulum pendidikan kependudukan akan masuk ke
dalam kurikulum pendidikan mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Berdasarkan Nota
Kesepahaman Pendidikan Kependudukan dan Keluarga Berencana antara Kementerian
Pendidikan Nasional melalui menterinya, Mohammad Nuh, dengan Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief, materi
kependudukan dan Keluarga Berencana tidak akan menjadi mata pelajaran khusus.
Materi kependudukan akan disisipkan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada,
seperti ilmu sosial dan kegiatan ekstrakurikuler. Pada tingkat SD materi yang
akan disampaikan tentang kehidupan berkeluarga secara umum. Lalu di SMP lebih
bertumpu pada materi kependudukan selanjutnya di tingkat SMA akan dimasukkan
materi kesehatan reproduksi.
Pendidikan
kependudukan bukanlah sebuah hal baru dalam pendidikan di Indonesia. Pendidikan
kependudukan sebenarnya telah menjadi mata kuliah pokok bagi mahasiwa baik
jenjang strata satu maupun strata dua dan tiga. Pendidikan strata dua dan tiga
bahkan telah menjadikan bidang kependudukan sebagai satu jurusan khusus yang
menangani masalah kependudukan dan demografi secara umum. Sayangnya, terdapat
dua fakta penuh dilema yang terjadi di Indonesia. Pertama, pada jenjang yang
lebih rendah, pendidikan kependudukan hanya sebatas dipelajari oleh mahasiswa
jurusan tertentu saja dan bahkan tidak ada pendidikan kependudukan pada
siswa-siswa jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kedua, meski penandatanganan
nota kesepahaman telah dilaksanakan sejak 4 Oktober 2012, pendidikan
kependudukan belum dapat langsung diintegrasikan dalam pendidikan Indonesia
secara serta merta. Perancangan kurikulum yang baik dan matang tentunya
memerlukan jangka waktu yang tak dapat sesingkat membalikkan telapak tangan.
Terlepas dari semua fakta yanga ada, pengintegrasian pendidikan kependudukan
merupakan suatu titik balik yang luar biasa oleh pemerintah untuk mengubah pola
pikir dan meningkatkan kesadaran pentingnya isu kependudukan serta pada
akhirnya akan menekan laju pertumbuhan penduduk Indonesia.
Masa Depan Wanita dan Sinergi Komponen Negara
Pendidikan
kependudukan sebenarnya wujud nyata pemenuhan hak-hak wanita tak hanya dalam
pendidikan, tetapi juga dalam persiapan masa depannya. Pengintegrasian
pendidikan kependudukan akan memberikan gambaran sedini mungkin bagi setiap
anak khususnya wanita untuk melakukan perencanaan dalam pernikahan dan
reproduksi. Selama ini, perencanaan pernikahan dan reproduksi merupakan suatu
hal yang tabu untuk diperbincangkan secara intensif di usia-usia belia. Stigma
ini akhirnya menyebabkan wanita harus melakukan perencanaan secara instan pada
usia dewasa yang sebenarnya telah cukup terlambat untuk dilakukan.
Perencanaan
masa depan wanita yang seolah gagal ini ditunjukkan dengan pernikahan usia
belia yang masih sangat tinggi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia selama 20 tahun terakhir, usia kawin pertama wanita
Indonesia masih berkisar pada usia belasan tahun. Kesehatan reproduksi yang
rentan pada usia belia menyebabkan angka kematian ibu dan bayi yang juga masih
tinggi di Indonesia. Padahal, jika perencanaan pernikahan dan reproduksi
dilakukan lebih awal, generasi wanita Indonesia yang sehat dan sukses dalam karir
dan keluarga akan terwujud secara maksimal. Oleh karena itu, sinergi antara
pemerintah, sekolah, masyarakat, serta siswa secara pribadi sangat diperlukan
bagi kesuksesan pengintegrasian pendidikan kependudukan di Indonesia.
Pengintegrasian di sekolah dapat berwujud
dalam dua implementasi nyata. Pertama yaitu pelaksanaan kurikulum pendidikan
kependudukan secara optimal. Pelaksanaan yang optimal bersumber dari
pengajar-pengajar yang kompeten dalam bidangnya dan mengerti psikologis siswa.
Pengajar rutin dapat bersumber dari guru-guru sekolah yang bersangkutan
sedangkan pengajr berkala adalah seorang ahli kependudukan dari BKKBN setempat.
Pendidikan kependudukan yang diajarkan harus disampaikan melalui media yang
sesuai dengan usia siswa selain materi yang telah distandarkan baku dalam
kurikulum. Pengertian yang jelas juga harus diberikan untuk menghilangkan
stigma pendidikan kependudukan yang dianggap berkaitan erat dengan reproduksi
serta menghindari adanya multi tafsir ke arah yang negatif terhadap integrasi
pendidikan kependudukan. Kedua, fasilitas yang memadai untuk proses belajar
mengajar. Fasilitas tersebut adalah buku-buku penunjang, berita-berita
kependudukan dalam jurnal-jurnal nasional maupun internasional, serta alat
peraga yang menjadi visualisasi materi kependudukan.
Hal-hal yang dapat dilakukan
oleh masyarakat dimulai dari lingkup terkecil masyarakat yakni keluarga.
Orangtua sebagai figur utama dalam keluarga harus mendukung pendidikan
kependudukan dimulai dengan mengubah pola pikir bahwa reproduksi yang ada pada
pendidikan kependudukan merupakan hal yang tabu dibicarakan di usia belia,
khusunya bagi wanita. Pendidikan kependudukan bukanlah sebuah pendidikan yang
mengarah pada pendewasaan instan seorang wanita, tetapi wujud persiapan nyata
untuk masa depan keluarga dan reproduksinya. Orangtua harus percaya bahwa semua
kurikulum telah diatur sesuai usia psikologis seorang anak. Pada akhirnya,
orangtua dan masyarakat secara umum harus mendukung pendidikan ini dengan
menjadi agen sosialiasi pendukung di lingkungan dasar seorang anak.
Seorang siswa dapat mendukung pendidikan kependudukan dengan memotivasi
diri untuk antusias dalam setiap pembelajaran. Sejak awal harus segera dicamkan
di benak setiap siswa untuk meresapi materi yang ada sebagai dasar perencanaan
masa depan. Siswa wanita khususnya dapat menjadikan pendidikan kependudukan
untuk mulai merombak stigma mengenai perencanaan reproduksi dan memotivasi diri
untuk terus memperjuangkan hak-hak wanita dalam penentuan masa depannya untuk
berkeluarga, berkarir, dan bereproduksi.
Sedangkan pemerintah sebagai peletak dasar utama bagi
pendidikan kependudukan di Indonesia harus segera mengimplementasikan
pendidikan kependudukan pada kurikulum sekolah. Pengimplementasian pendidikan
ini harus diikuti dengan pelatihan pengajar serta pemberian saran dan prasarana
penunjang pendidikan. Sosialisasi eksternal pada masyarakat luas juga harus
dilakukan melalui iklan-ikla layanan masyarakat serta pembentukan tim
sosialisasi bagi masyarakat. Pada akhirnya, pemerintah dapat lebih memperbanyak
kompetisi-kompetisi pendidikan kependudukan pada tingkat daerah maupun
nasional. Wujud kompetisi-kompetisi ini adalah olimpiade pendidikan
kependudukan, lomba penulisan kreatif, serta pemilihan duta-duta kependudukan
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pendidikan
kependudukan mengemban tugas besar untuk memenuhi harapan semua lapisan
masyarakat. Harapan masyarakat untuk masa depan keluarga dan reproduksi yang
lebih baik bagi anak-anaknya, khususnya wanita. Harapan sekolah untuk mencetak
generasi muda berkualitas yang memiliki perencanaan masa depan yang matang.
Harapan pemerintah untuk menciptakan generasi Indonesia yang berkualitas dengan
laju pertumbuhan penduduk yang seimbang. Serta harapan seorang anak khususnya wanita
yang mengharapkan masa depan terbaik untuk kehidupan keluarga, karir, dan
reproduksinya, meski harapan tersebut belum terpikirkan ketika usia belia.
Mari, wujudkan masa depan terbaik bagi Indonesia, dimulai dari pemenuhan
pendidikan terbaik bagi anak, khususnya wanita sebagai tiang negara!
DAFTAR PUSTAKA
Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia 1991, 1994, 1997, 2002-2003, 2007. Badan Pusat Statistik Republik
Indonesia.
Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat
Statistik Republik Indonesia.
www.kompas.com
sumsel.bkkbn.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar